Rabu, 24 Februari 2010

Era ke Tiga Revolusi Dunia Internet . Tugas 2

Ubiquitos Computing

Walau sebagian besar masyarakat umum belum menyadarinya namun pada dasarnya saat ini kita telah berada di era ketiga dari revolusi komputer, yaitu era ubiquitous computing. Era di mana komputer dapat ditemukan di mana saja, di telepon seluler, toaster, mesin cuci, mesin game, bahkan pada kartu pintar (smart card). Bila pada era pertama dari revolusi komputer ditandai dengan komputer mainframe yang berukuran raksasa dan digunakan bersama-sama oleh banyak orang (one computer many people), era kedua ditandai dengan eksistensi dan perkembangan dari personal computer (one computer one person), maka pada era ketiga ini seseorang dalam keihidupannya sehari-hari dapat bernteraksi dengan banyak komputer (one person many computers).

Ubiquitos adalah suatu sistem yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer secara kontinyu, dimana saja, kapan saja dan bagaimana saja


Kita dapat mengetahui perubahan nyata atas gejala penggunaan satu komputer untuk orang banyak (periode Mainframe), satu komputer untuk satu orang, bahkan dibenamkan kepada perkakas kerja (PC), hingga satu orang mengakses berbanyak komputer (InterNetworking). Dan ke depan, dengan dimudahkannya akses ke internet serta perbaikan teknologi batere, memungkinkan mobilitas berbagai entitas menjadi sangat tinggi jika device dapat semakin diperingkas. Kait yang segera ditangkap adalah memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer secara kontinyu, di mana saja, kapan saja, mungkin juga bagaimana saja. Inilah yang dikenali dengan ubiquitous computing. Istilah ubiquitous sendiri memiliki arti muncul atau terjadi dimana-mana.


E-learning

E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya :

  • Jaya Kumar C. Koran (2002)
    e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.

  • Dong (dalam Kamarga, 2002)
    e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat
    elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.

  • Rosenberg (2001)
    menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

  • Darin E. Hartley [Hartley, 2001]
    eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.

  • LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms [Glossary, 2001]
    eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.

E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.

E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).


Referensi :

1. Santrock., J. W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group

2. Munir., (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta

4. http://e-dufiesta.blogspot.com/2008/06/pengertian-e-learning.html


Kamis, 11 Februari 2010

Tugas Diskusi Kelompok Psikologi Pendidikan


Bagaimana pandangan dan penilaian kelompok anda sehubungan dengan kewajiban setiap mahasiswa/i yang mengikuti mata kuliah psikologi pendidikan 3 sks TA 2009-2010 harus memiliki e-mail dan blog ditinjau dari uraian psikologi pendidikan dan fenomena di indonesia medan khususnya?


Menurut kelompok kami , dengan metode pembelajaran seperti ini tentu sangat bermanfaat. Karena begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kurangnya segi pembelajaran dalam metode teknologi di Indonesia , pendidikan di Indonesia menjadi tidak seimbang dan tidak maksimal . Padahal seperti yang kita ketahui , bahwasannya Internet merupakan jendela dari informasi dunia .

Dengan menggunakan blog ini , kami menjadi lebih dekat dengan dunia teknologi dan ilmu pengetahuan . Dan tentu saja ini bukan merupakan awal dan akhir dari perkembangan teknologi . Maka itu kami pun juga harus mengikuti situs-situs jaringan sosial lainnya . Sehingga kami dapat mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut .

Tentu saja lebih sangat menyenangkan mengerjakan tugas dan belajar dari blog sperti ini .Karena selain mudah , praktis, tidak membosankan dan hemat biaya . Karena kalau hanya belajar dengan metode pembelajaran yang monoton itu-itu saja memebuat kami pun bosan dan boros . Seperti yang kita ketahui bahwasannya ada beberapa materi dari dosen dan bahan-bahan kuliah lainnya yang menggunakan kertas . Sehingga memperbanyak biaya pengeluaran untuk mengcopy bahan tersebut . Menurut kelompok kami dengan menggunakan blog ini tentu lebih menguntungkan dan menyenangkan . Dan metode pelajaran yang disampaikan lebih maksimal . Karena maju dalam ilmu pengetahuan dan maju dalam ilmu teknologi .


Kelompok :

1. Juliana Khairina Harahap 09.046

2. Juli Theresia Siahaan 09.072

3. Maria Mayangsari Sianturi 09.92

4. Agiska Tarigan 09.060

5. Sarah Situmorang 09.78

Gaya Mengajar Guru adalah Gaya Belajar Siswa . Tugas 1

Gaya Belajar dan Gaya Berfikir Pelajar adalah bukanlah kemampuan tetapi merupakan cara yang dipilh seseorang untuk menggunakan kemampuannya .

Apa yang disampaikan gurunya nyaris tidak bisa dicernanya secara baik. Namun itu tidak menjadi masalah bagi guru cerdas yang mempunyai kombinasi pilihan obat mujarab yang dapat dikombinasikan dengan kecerdasan yang dimiliki Ismira. Dalam proses pembelajaran, sang guru mengajarkan kosa kata bahasa dengan alunan ritme lagu, sering menggunakan instrumen bergambar, dan mengajak siswa belajar di alam bebas yang terbuka dengan mengamati langsung dan merasakan sendiri materi pelajaran. Hasilnya, pembelajaran yang dirasakan siswa menjadi lebih menyenangkan, kepercayaan diri Ismira melejit, semakin mudah menguasai materi belajar, dan ia tumbuh menjadi anak yang mandiri. Inilah salah satu contoh kesesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa.

Setiap manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan genetik ini juga ditambah dengan pengaruh lingkungan yang melingkupi pengalaman hidup manusia. Hasilnya, kombinasi perbedaan genetik dan perbedaan pengalaman hidup tersebut mentransformasikan seorang manusia menjadi individu yang memiliki karakter dasar yang unik. Sayangnya, tidak semua pihak menyadari keragaman karakter seseorang tersebut.

Dalam dunia sekolah kita yang serba seragam, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan guru, khususnya yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Adanya siswa yang "berbeda" dengan karakter siswa normal yang lain kerap kali dianggap nakal, gagal, bodoh, lambat, bahkan dianggap siswa yang punya keterbelakangan mental. Jika kita renungkan lebih dalam, ternyata bukan mereka yang bermasalah, melainkan sebenarnya mereka mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru. Bobbi dePorter, Presiden Learning Forum California USA dan penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching, menjelaskan bahwa proses pembelajaran dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita. Ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul ke dinding dengan saat jari kita menekan tombol "on" pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa dalam menangkap materi dan informasi dari guru adalah 1.287 km per jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter yang memantul ke dinding. Tapi kenapa banyak siswa yang bingung, lambat, bahkan gagal dalam mencerna materi belajar dari guru? Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidak sesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.

Saat saya duduk di bangku SMA , saya juga merasakan bahwa gaya belajar dan gaya berfikir kami sangat beragam . Ada yang dengan gaya belajarnya dengan belajar tenang baru ia dapat memahami pelajaran tersebut . Ada yang dengan gaya belajar membaca kuat-kuat baru ia memahami pelajaran tersebut . Ada yang dengan gaya belajar sendiri tanpa perlu diterangkan ia baru mampu memahami pelajarn tersebut . Sedangkan saya sendiri dengan gaya belajar saling tanya jawab dan mendiskusikan dengan guru saya sendiri baru saya bisa mengerti pelajaran tersebut .

Terkadang guru menyama ratakan gaya belajar semua murid . Padahal belum tentu murid itu bisa menangkap dan serius pada saat proses belajar mengajar dimulai . Contohnya saja sperti saat guru mengajar dengan cara menerangkan di depan kelas . Tanpa mengajarin murid-murikd yang tidak mengerti akan pelajaran tersebut . Jadi guru tersebut hanya member pelajaran di depan dari awal sampai akhir pelajaran lalu member tugas . Bukankah ini cara mengajar yang kurang efektif . karena bisa saja anak tersebut merasa bosan dan menjadi tidak suka dengan pelajaran tersebut . Sehingga ia menjadi ketinggalan . Maka dari itu seharusnya guru juga memperhatikan bahwa gaya belajar dan gaya berfikir pada anak muridnya tentulah berbeda – beda . Dan diperlukan metode yang tepat di dalam proses penyampaian materi . Agar siswa-siswi yang di ajar tersebut semuanya dapat menyerap materi dengan tepat .Jangan kacaukan gaya dengan kemampuan murid , seperti inteligensi . Karena gaya belajar adalah merupakan cara murid menggunakan kemampuannya .

Penelitian yang dilakukan Howard Gardner menunjukkan bahwa ternyata gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Artinya, jika seorang siswa memiliki kecenderungan kecerdasan visual-spasial, gaya belajarnya akan ditunjukkan dengan banyak mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, senang membaca daripada dibacakan, senang menggambar dan mendesain, serta senang berdemonstrasi daripada ceramah. Gaya belajar ini menjadi modal bagi guru untuk menerapkan gaya mengajarnya sesuai dengan gaya belajar siswa tersebut. Jika hal ini terjadi, dipastikan pembelajaran akan semakin mudah dan menyenangkan bagi guru dan siswanya.

Sebaliknya, siswa tersebut akan cepat merasa bosan dan tidak betah di kelas jika ia punya kecenderungan kecerdasan spasial-visual sementara gurunya mengajar dengan gaya ceramah yang monoton. Dengan begitu, tidak tepat kalau kita sebagai guru memvonis siswa yang bermasalah, lambat, dan gagal, padahal sebenarnya gaya mengajar kita tidak sesuai dengan gaya belajar siswa.

Apabila guru berhasil masuk ke dunia siswa lewat penyesuaian gaya belajar siswa, siswa akan rela hak mengajarnya kepada guru karena, menurut dePorter, wewenang mengajar dan hak mengajar itu berbeda. Mungkin setiap guru yang memiliki lisensi mengajar punya wewenang untuk mengajar. Namun hak mengajar adalah sesuatu yang harus diraih oleh seorang guru dengan kerja keras dan hak tersebut ada dalam keinginan para siswa.

Oleh karena itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya masing-masing. Kemudian setiap guru harus menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa yang telah diketahui dari hasil pengamatan kecerdasan siswa tersebut.

Sumber referensi :

  • Santrock, John W. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. 2008
  • Munir, M.IT. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta. 2008
  • http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/9935/gaya-mengajar-guru-adalah-gaya-belajar-siswa


Ditulis oleh: Juliana Khairina harahap . 09-046 . Tgl 11-02-2010